Kajian Hukum Tentang Regulasi dan Perundangan yang Mengatur Tentang Poligami Bagi ASN RI

Blog195 Dilihat

DEMAK, Cyberonesnews.com – Peraturan tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) memang mengatur mengenai poligami,dengan fokus pada ASN pria,Jum’at ( 13/6/2025 )

Andi Maulana sebagai narasumber mengupas panjang lebar mengenai Aparut Sipil Negara (ASN ) bagi pria diperbolehkan untuk beristri lebih dari satu (poligami),namun dengan syarat yang ketat dan setelah mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang,sedangkan bagi ASN wanita tidak diperbolehkan menjadi istri ke dua, ke tiga, dan seterusnya.

Berikut rincian lebih lanjut nya :

Izin Poligami untuk ASN Pria :ASN pria yang ingin berpoligami harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang, seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Daerah (Perda).

Sedangkan persyaratan untuk mendapatkan izin poligami meliputi :

– Persetujuan dari istri pertama: Istri pertama harus memberikan persetujuan tertulis.

– Keterangan dari instansi terkait: Instansi atau unit kerja ASN harus memberikan keterangan tentang kondisi dan kinerja ASN.

– Aspek ekonomi : ASN harus memiliki kemampuan ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya.

– Larangan Poligami untuk ASN Wanita :

– ASN wanita tidak diperbolehkan menjadi istri kedua, ketiga, atau keempat.

Penetapan di Peraturan :

– Aturan mengenai poligami untuk ASN biasanya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Daerah (Perda).

Penegasan BKN :

– Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah menegaskan bahwa PNS pria diperbolehkan berpoligami dengan syarat yang telah ditentukan.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu,diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”).

Sedangkan ketentuan khusus yang mengatur tentang izin perkawinan PNS untuk beristri lebih dari satu (poligami) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (“PP 45/1990”)

khususnya dalam Pasal 4 PP 45/1990 yang berbunyi :

(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang,wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.

(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.

(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.

(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3),harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) PP 45/1990 disebutkan bahwa ketentuan ini mengandung pengertian bahwa selama berkedudukan sebagai istri kedua/ketiga/keempat dilarang menjadi PNS.

Berkaitan dengan pertanyaan Anda,dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa Anda bisa beristri lebih dari satu, setelah mendapat izin dari Pejabat.

Disamping itu, dari ketentuan ini bisa kita simpulkan pula bahwa Anda tidak boleh menikah dengan wanita yang berstatus sebagai PNS karena ini akan menjadikannya sebagai istri kedua Anda.

PNS wanita dilarang untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat. Dengan kata lain,yang bersangkuta hanya bisa menikahi wanita yang tidak berstatus sebagai PNS.

Mengenai syarat memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat, adapun yang dimaksud dengan pejabat menurut Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (“PP 10/1983”) adalah

1. Menteri;

2. Jaksa Agung;

3. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;

4. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;

5. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;

6. Pimpinan Bank milik Negara;

7. Pimpinan Badan Usaha milik Negara;

8. Pimpinan Bank milik Daerah;

9. Pimpinan Badan Usaha milik Daerah.

Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang ini wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat pemintaan izin dan pertimbangan dari atasan PNS yang bersangkutan.

Demikian yang disebut dalam Pasal 9 ayat (1) PP 45/1990.

Pemberian atau penolakan pemberian izin bagi PNS untuk beristri lebih dari seorang dilakukan oleh Pejabat secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai ia menerima permintaan izin tersebut. Hal ini disebut dalam Pasal 12 PP 45/1990.

Jika Pejabat menilai bahwa alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari istri PNS yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. Ketentuan ini disebut dalam Pasal 9 ayat (2) PP 10/1983.

Sebelum mengambil keputusan,pejabat tersebutpun memanggil Anda atau bersama-

sama dengan istri nya untuk diberi nasihat (lihat Pasal 9 ayat (3) PP 10/1983 ).

Kemudian,apa saja syarat-syarat yang wajib yang harus dipenuhi sebagai bahan pertimbangan dari Pejabat itu?

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) PP 10/1983,izin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif yang disebut dalam Pasal 10 ayat (2) dan (3) PP 10/1983.

Syarat alternatif dan kumulatif tersebut adalah :

1. Syarat Alternatif

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

2. Syarat Kumulatif

a. ada persetujuan tertulis dari istri;

b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan

c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Dalam konteks pertanyaan,alasan apa untuk beristri lebih dari satu adalah karena istri tidak bisa melahirkan anak.

Berkaitan dengan hal ini, yang dimaksud dengan tidak dapat melahirkan keturunan dalam salah satu syarat alernatif di atas adalah apabila isteri yang bersangkutan menurut keterangan dokter tidak mungkin melahirkan keturunan atau sesudah pernikahan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan (Penjelasan Pasal 10 ayat (2) huruf c PP 10/1983).

Oleh karena itu,Anda perlu memastikan kembali bahwa istri berdasarkan keterangan dokter tidak bisa melahirkan keturunan atau dalam usia pernikahan sekurang –

kurangnya 10 tahun ini istri tidak menghasilkan keturunan.

Selain hal-hal di atas, ada syarat lain yang harus dipenuhi agar dapat berpoligami,yaitu bahwa hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama Anda.

Hal ini karena izin untuk beristri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat apabila [lihat Pasal 10 ayat (4) PP 10/1983] :

a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut PNS yang bersangkutan;

b. tidak memenuhi setidaknya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif;

c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau

e. ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.

Jika dalam ajaran agama Anda (Kristen) tidak diperbolehkan beristri lebih dari seorang,maka Anda tidak bisa mendapatkan izin dari Pejabat.

Di atas kami telah menyebutkan syarat-syarat PNS untuk memperoleh izin berpoligami.

Lalu apa sanksinya jika PNS yang bersangkutan tidak mendapatkan izin dari pejabat untuk berpoligami atau tidak melaporkan perkawinannya? Untuk menjawabnya,kita mengacu pada Pasal 15 PP 45/1990 yang mengatur bahwa PNS yang tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (“PP 30/1980”).

Perlu Anda ketahui,PP 30/1980 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (“PP 53/2010”).

Adapun jenis hukuman disiplin berat yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) PP 53/2010 terdiri dari :

a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;

b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;

c. Pembebasan dari jabatan;

d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;

e. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Dasar hukum :

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

( Adhi S )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *