Kritik Pedas Pengacara Semarang Soal Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong: “Tragedi Hukum dan Preseden Buruk”

Blog65 Dilihat

SEMARANG – cyberonenews.com – Keputusan pemerintah dalam memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong memicu reaksi keras dari kalangan praktisi hukum. Ketua Yuristen Legal Indonesia, Doni Sahroni, menyebut langkah tersebut sebagai bentuk kemunduran hukum yang berbahaya dan mencederai semangat penegakan hukum di Indonesia.

“Sebagai orang yang bergelut di bidang hukum, saya sangat kecewa. Ini merupakan tragedi hukum dan preseden buruk dalam penegakan hukum di republik ini,” tegas Doni kepada media di Semarang, Jumat (1/8/2025).

Meski mengakui bahwa presiden memiliki hak prerogatif berdasarkan Pasal 14 UUD 1945 untuk memberikan amnesti dan abolisi, Doni menegaskan bahwa hak tersebut seharusnya digunakan secara bijak dan tidak bertentangan dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum.

“Jangan sampai prerogatif justru mengebiri proses hukum yang sedang berjalan. Ini mencederai rasa keadilan, terutama bagi mereka yang tidak punya akses ke elit kekuasaan,” lanjutnya.

Doni mengungkapkan keprihatinan serius terhadap rencana abolisi bagi Tom Lembong, yang saat ini masih menjalani proses banding atas vonis kasus dugaan korupsi. Ia mempertanyakan keadilan substantif dari pemberian abolisi pada saat proses hukum belum inkrah.

“Apakah perbuatan melawan hukum itu terjadi atau tidak? Ini jadi tidak jelas karena belum ada putusan tetap. Kalau benar diberikan abolisi, bagaimana dengan pihak-pihak lain dalam kasus yang sama?” ujarnya kritis.

Ia juga menilai keputusan ini bisa menciptakan standar ganda dalam perlakuan terhadap pelaku hukum. Pemberian abolisi bagi seorang terpidana elite dinilai sebagai bentuk ketidakadilan yang sangat mencolok, terutama di mata publik dan aparat penegak hukum.

Menurut Doni, pengampunan bagi pelaku kejahatan luar biasa seperti korupsi dapat melemahkan lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan. Semua kerja keras yang dilakukan lembaga-lembaga tersebut dikhawatirkan akan sia-sia dan tidak dihargai.

“Semangat para penegak hukum akan luntur karena merasa perjuangan mereka ditelikung oleh kekuasaan. Ini merusak moral dan motivasi dalam penegakan hukum ke depan,” tambahnya.

Doni menyerukan kepada masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas hukum untuk bersuara lantang menolak praktik pengampunan yang sarat dengan kepentingan politik dan elite.

“Ini bukan sekadar persoalan dua nama, ini tentang masa depan hukum kita. Kalau hari ini kita diam, besok bisa siapa saja yang dibebaskan atas dasar kekuasaan,” pungkasnya.

#412bl3dEks.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *